Home » » Kartun Malaysia Pada Zaman Dahulu diduga sadur karya sastra Bali

Kartun Malaysia Pada Zaman Dahulu diduga sadur karya sastra Bali



Tayangan animasi dari Malaysia dituding menyadur karya sastra 'Sang Cangak'. Alhasil, pakar waris pembuatnya protes serta minta pihak pemerintah membuat perlindungan hasil karya seniman Bali.

Sastra Sang Cangak adalah karya seniman asli Jembrana, Bali, (alm) Gusti Putu Windya. Terakhir cerita itu di ketahui disadur kartun Malaysia berjudul 'Pada Zaman Dahulu'.

Dalam kartun Malaysia itu digambarkan tokoh Bangau (Cangak) serta tokoh Kepiting (Yuyu), serta ceritanya dari pertama sampai akhir sama persis dengan cerita Sang Cangak.

Sayangnya, pembuat kartun Bangau versi Kepiting pernah ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta itu tak pernah meminta izin pada pakar waris pembuat.

 " Yang pasti kami juga sebagai pakar waris sangatlah keberatan karya orangtua kami disadur tanpa ada meminta izin pada kami, " tutur Dewa Bagus Komang Budiana, pakar waris pencipta Sastra Sang Cangak, di Jembrana, Bali, Rabu (26/8).

Menurut Budiana, karya sastra itu sudah dipatenkan. Semestinya bila karya sastra itu diangkat kembali, sebaiknya memberitahukan atau meminta izin pada pencipta atau pakar waris pencipta. Terlebih karya sastra Bali dirubah kemasannya jadi kartun.

Menurut Budiana, karya sastra itu di buat seputar 1970. Lalu direkam dalam kaset serta dipopulerkan oleh Pakar geguritan, (alm) Dewa Aji Wanten serta I Nyoman Rede.

 " Kasetnya di produksi berkali-kali. Bahkan juga hingga saat ini kasetnya masih tetap di produksi, lantaran sastra geguritan ini sangatlah di terima orang Bali di semua Indonesia, " papar Budiana di Banjar Pasar, Desa Yehembang, Mendoyo, Jembrana.

Budiana menyampaikan, seputar 1986, pihak Kampus Udayana (UNUD) Denpasar pernah lakukan riset buat menunjukkan bila karya sastra Sang Cangak itu asli karya (alm) Gusti Putu Windya. Dari sebagian bukti, termasuk juga naskah dalam lontar, pihak universitas yakini bila karya itu memanglah asli buatan Gusti Putu Windya berbentuk geguritan.

 " Oleh pihak UNUD yang lalu di buat buku berisikan hasil riset yang dikerjakannya pada karya itu. Termasuk juga mematenkannya, " lanjut Budiana.

Berkenaan hal semacam itu, Budiana juga sebagai pakar waris mengakui sangatlah keberatan serta minta pihak pemerintah selekasnya ambil langkah membuat perlindungan karya seni orang tuanya, termasuk juga membuat perlindungan karya seni seniman-seniman Bali yang lain.

 " Saya anggap pemerintah dalam hal semacam ini tidak berhasil membuat perlindungan karya seni warganya. Bahkan juga bisa disebut acuh tidak acuh. Termasuk juga di Jembrana, seniman sastra geguritan kurang memperoleh perhatian dari pemerintah, " lebih Budiana.

0 komentar:

Posting Komentar